Posted by Mas Kumitir
Dalam budaya Jawa norma serta aturan
dalam melakukan hubungan seksual diturankan oleh orang Jawa melalui ajaran
kepada keturunannya baik dalam betuk lisan atau tertulis. Dalam bentuk tertulis
ajaran tersebut tertuang dalam karya sastra yang telah ada sejak zaman dulu.
Karya-karya sastra yang mengangkat tema asmaragama antara lain :
- Serat Gatholoco.
- Serat Damogandhul.
- Suluk Tambangraras (Serat Centhini).
- Serat Nitimani.
Dalam budaya Jawa diajarkan bahwa untuk
menghasilkan sesuatu yang baik maka proses awal penciptaan juga harus baik dan
dengan restu Tuhan sebagai Sang Maha pencipta. Demikian pula dengan proses
hubungan seksual yang tujuan utamanya adalah menghasilkan keturunan. Untuk
mendapatkan keturunan yang baik dalam segala hal, kehadirannya di sunia ini
haruslah melalui niat awal yang baik serta proses hubungan seksual yang benar
dan tepat. Untuk dapat berhubungan seksual dengan baik maka dibutuhkan
pengetahuan mengenai segala hal tentang seks. Pengetahuan mengenai hubungan
seksual sangat dibutuhkan karena akan berhubungan dengan kehidupan selanjutnya.
Jika prosesnya sudah salah, maka akibat yang ditimbulkan akan buruk, bukan
hanya bagi anak yang dihasilkan tetapi bagi keseimbangan serta keselarasan
kehidupan ini. Kesalahan dalam proses berhubungan seksual dalam budaya Jawa
dikenal dengan istilah kama salah. Maka untuk mencegah terjadinya kama
salah manusia harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tata cara hubungan
seksual.
Dengan pengetahuan yang memadai maka
diharapkan orang dapat berpikir lebih jauh mengenai hubungan seksual sehingga
tidak melakukannya dengan sembarangan karena akibatnya sangat fatal bagi
keberlangsungan hidup umat manusia dan keselarahan hubungannya dengan alam
sekitar tempat manusia hidup. Akibat yang fatal tersebut muncul pada keadaan
masyarakat sekarang dimana banyak orang mulai melakukan hubungan seks tanpa
mengindahkan norma serta etika yang berakibat pada munculya masalah-masalah
dalam kehidupan masyarakat sepeti pemerkosaan, semakin banyak anak-anak
terlantar hingga terjadinya peningkatan kriminalitas.
Dalam kasanah budaya Jawa terdapat
ajaran atau pedoman moral, nilai dan kaidah bagaimana cara melakukan hubungan
seks yang benar dan tepat, sebagaimana dalam Serat Nitimani berikut
cuplikan-cuplikan yang berkaitan dengan Ajaran dimaksud :
Lamun tandhing, marsudya ing tyas
ening, namrih ering, kang supadi tan kajungking. (pupuh 2)
Apabila sedang bertanding,
usahakanlah hati tetap hening, agar konsentrasi tetap terjaga, supaya tidak
terkalahkan.
Yang dimaksud dengan “bertanding”
dalam hal ini adalah analogi dari persetubuhan.
Yen sembrana, den prayitna sampun
lena, lamun ina, sayek amanggih weda. (pupuh 2)
Apabila ceroboh, waspadalah jangan
sampai lengah, sungguh sangat menyakitkan.
Kata ceroboh maksudnya adalah dalam
konteks persetubuhan agar tetap waspada di dalam melakukan hubungan seksual
sehingga tidak mengalami hal-hal yang tidak diharapkan.
Lamun cuwa, sampun kawiscareng
netya, wrananana, ing suka dhanganing karsa, kang supadya, datan manggih
dirgama. (pupuh 2)
Apabila tidak puas, janganlah
terlihat di wajah, tutupilah, dengan wajah yang ceria, agar supaya, tidak
mendapat kesulitan.
Tidak puas yang dimaksud disini,
masih dalam konteks hubungan seksual yaitu keadaan dimana salah satu pihak
belum mencapai titik kepuasan atau orgasme.
Lamun gela, jroning nala sampu daga,
sengadiya, langkung condong ing wardaya, pamrihira, kang pinanduk tan legawa.
(pupuh 2)
Apabila kecewa, janganlah membrontak
dalam hati, niatilah, untuk lebih berlapang dada, dengan harapan, agar
ketidakpuasan tidak berlarut-larut.
Kecewa dalam ungkapan ini masih
dalam konteks hubungan seksual dan tidak mencapai kepuasan.
Lamun lingsem, ing gunem aja
katingkem, lamun amem, yekti katara ing klecem. (pupuh 2)
Apabila terjerat rasa malu,
janganlah membisu, karena bila berdiam diri, niscaya akan terlihat di wajah.
Ketika seorang laki-laki mengalami
kegagalan di dalam berhubungan seksual karena hal-hal tertentu, maka disitulah
dia akan merasa sangat malu.
Lamun harda, sampun dadra murang
krama, mrih widada, pakartine kang utama. (pupuh 2)
Apa bila punya keinginan, janganlah
lepas kendali menerjang etika, agar selamat, utamakanlah sikap luhur.
Keinginan maksudnya adalah dalam hal
ingin melakukan hubungan seksual maka jangan sampai lepas kendali, harus tetap
memperhatikan etika.
Yen anglaras, penggagas aja sampun
kabrangas, dimen awas, ing pamawas datan tiwas. (pupuh 2)
Jika sedang menikmati sesuatu,
janganlah kesadaran terlena, agar tetap siaga, kewaspadaan tak akan tiwas.
Maksudnya adalah jika sedang berada
dalam kenikmatan berhubungan seksual, kewaspadaan dan kesadaran diri haruslah
tetap dijaga, supaya tidak menemui tiwas atau maut.
Yen cecegah, den betah gonira
ngampah, nganggah-anggah, yeku pakarti luamah. (pupuh 2)
Selama mengendalikan diri,
bersabarlah menahan hawa nafsu, lepas diri tanpa kendali, merupakan prilaku
serakah.
Orang harus belajar mengendalikan
nafsunya (nafsu dalam konteks ini adalah nafsu birahi) agar tidak kelepasan
sehingga menyebabkan sesuatu yang tidak baik.
Wanita punika, upami papan badhe
pandhedhering wiji, saestunipun kedah milih ingkang prayogi. (pupuh 3)
Peranan wanita itu ibarat lahan
untuk menabur benih, sehingga haruslah memilih lahan yang bagus.
Dalam melakukan hubungan seksual,
maka haruslah dicamkam bahwa hasil dari perbuatan itu adalah adanya seuatu
mahkluk baru sehingga tidak boleh dilakukan sembarangan dan pasanganyapun harus
dipilih baik-baik.
Para sujanma priya yen badhe amilih
dhateng wanodya, kaagem pantesing pala krami, anyeplesana dhateng suraosing
tetembungan tiga : bobot, bebet, bibit. (pupuh 3)
Kaum Pria yang bermaksud memilih
sorang wanita untuk dinikahi, hendaknya memperhatikan tiga hal : bobot, bebet,
bibit.
Untuk mempersiapkan keturunan yang
baik, maka harus juga dicari pasangan (wanita) yang baik dan memenuhi
criteria-kriteria tertentu. Dalam budaya Jawa, ada tiga hal paling penting yang
harus diperhatikan yaitu ; bibit, bebet, dan bobot.
Ingkang rumiyin tembung bobot,
pikajengipun amiliha wanita ingkang asli. (pupuh 3)
Pertama kata bobot, maksudnya
pilihlah wanita sejati.
Wanita, ingkang badhe kapendhet wau
amiliha darah ing supudya…. (pupuh 3)
Wanita yang kita pilih hendaklah
seorang wanita yang memiliki garis keturunan orang-orang terpilih…..
…. Pramila anitik sarasilah
darajatin bapa, ing sapanginggil, gerbanipun, sinten manungsa ingkang winahyu,
sayekti awit saking rahayuning batos, dene rahayuning batos punika terkadang
kapinujon, asring pinareng tumus mahanani dhateng wewatekaning atmajanipun.
(pupuh 3)
…. sehingga cara paling mudah
ditempuh adalah dengan melihat garis silsilah leluhur sang ayah, karena wahyu
cenderung jatuh pada orang-orang yang memiliki keseimbangan batin, dan
keseimbangan olah batin tersebut biasanya mampu menurun pada sang anak.
Ing sapunika kula dumugekaken
tembung bibit, pikajengipun, tumrap dhateng wanita ingkang badhe kapendet wau,
amiliha ingkang sae warninipun saha ingkang kathah kasagedanipun. (pupuh 3)
Sekarang sampai pada istilah bibit, maksudnya,
wanita yang akan dipilih, hendaklah yang rupawan sekaligus memiliki banyak
ketrampilan.
…. Kadosta manising ulat, indah
ayuning warni, dhemes prigeling solah, punika among kangge minangka sarana
amemalat dhateng thukuling sesenenganipun para priya, pramila lajeng wonten
pralambang tembung paribasan : “bebukaning pala krami dudu banda dudu rupa
amung ati pawitane”, tegesipun dudu banda punika sanes kasugihanipun raja
brana, dudu rupa tegesipun sanes ayu indahing warni, ingkang binasdakaken condong
utawi jodho. (pupuh 3)
…. kecancitan fisik seringkali hanya
didudukkan sebagai wahana kepuasan kaum laki-laki, oleh karena itu ada
peribahasa : “bebukaning pala krami dudu banda dudu rupa amung ati pawitane”,
(permulaan pernikahan bukan harta benda dan rupa, hanyalah hati sebagai titik
awal keberangkatan). Yang dimaksud bukan harta adalah bukan kekayaan, sedangkan
bukan rupa adalah bukan kecantikan wajah, yang kemudian disebut sebagai jodoh.
Untuk mengesahkan suatu hubungan
seksual, maka pasangan haruslah melewati tahap pernikahan. Pernikahan tersebut
menyatukan dua pribadi yaitu laki-laki dan wanita dalam ikatan yang abadi.
Supaya tidak mengalami penyesalan, maka pernikahan haruslah didasari dengan
hati sesuai dengan peribahasa tersebut, meskipun ada faktor-faktor lain yang
juga harus menjadi bahan pertimbangan.
Punika amung dumunung wonten seneng
parenging panggalih, runtut utawi rujuk kalih-kalihipun, temahan sami
angrumentah ing bapak kaliyan anak, dene panganggepe bapa binasakaken kencana
wingka, pikajengipun tembung makaten wau tur kawujudanipun warni wingka, katon
warni kencana. (pupuh 3)
Hal itu hanyalah terdapat pada
kecocokan hati, kesesuaian dan keharmonisan antara keduanya, hingga kemudian
menumbuhkan kasih sayang antara ayah dan anak, sayang ayah lantas mengiaskan
sebagai kencana wingka, maksud dari ungkapan tersebut adalah meskipun kenyataan
wujudnya berupa wingka (loyang) namun tampak seperti kencana (emas).
Dalam memandang pasangan hidupnya,
perlulah diingat ungkapan kencana wingka. Walaupun wujudnya hanyalah loyang,
akan tetapi tampak seperti emas. Jadi meskipun pasangan hidup tidaklah
mempunyai rupa yang sempurna, akan tetapi haruslah bisa dilihat kecantikan yang
terpencar dari hatinya.
Pala krami punika terang yen
gumantung wonten ing kasenenganing priya pyambak-piyambak, dene kasenengan wau
boten kenging katemtokaken, liripun makaten kadosta indah ayuning warna boten
temtu ndadosaken kasenenganing priya. (pupuh 3)
Perkawinan itu hanyalah berdasarkan
kesenangan pribadi kaum lelaki masing-masing, sedangkan rasa sukanya tidak
dapat ditentukan, artinya kecantikan wajah ternyata belum tentu menimbulkan
rasa cinta kaum priya.
Perkawinan merupakan atau ikatan
yang sakral, sehingga untuk melaksanakannya harus dicari pasangan yang
benar-benar tepat. Artinya, tidak bisa dilihat hanya dari fisiknya saja.
Supados angatos-atos ing
pamilihipun, karana menggah dununging wanita punika tumrapipun dhateng priya,
binasakaken amung, swarga nunut liripun makaten yen pinuju saged mimbuhi
dhateng seneng tuwin asringing prajanipun, yen pinuju lepat ing pamililipun
mangka angsal wanita ingkang ambeg durta, tegesipun pawestri ingkang awon
kelakuwanipun punika badhe saged narik damel sangsaraning priya. (pupuh 3)
Berhati-hatilah dalam memilih, sebab
kedudukan wanita bagi kaum priya diibaratkan swarga nunut maksudnya adalah
tatkala hidupnya diliputi kebahagian, posisi wanita seolah hanya sebagai
pelengkap hiasan kebahagiaan tersebut, sedangkan bila sang priya salah memilih,
artinya wanita yang didapat bukan tergolong wanita baik, maka akan
menimbulkan kesengsaraan bagi si pria itu sendiri.
Bagian ini adalah sikap manusia Jawa
dalam hal kedudukan wanita bagi kaum pria dalam hal rumah tangga (termasuk
didalamnya urusan hubungan seksual) yaitu diibaratkat swarga nunut neraka katut
yaitu jika suami memberikan hal-hal yang baik maka sang wanita juga pasti akan
menikmati segala hal yang baik juga.
Pramila saderengipun kapendhet garwa
sasaged-saged kapratitisna ing pamilihipun, awit bilih sampun kalajeng rumentah
ing sih kawelasan tuwin katresnan, saestu awrat ing pambiratipun, temahan badhe
ngengetaken dhateng tumempuhing kasangsaran. (pupuh 3)
Oleh karena itu sebelum menentukan
pilihan terhadap pasangan hidup hendaklah berhati-hati dalam memilih, karena
bila terlanjur maka cukup sulit mengatasinya, akhirnya malah sering menimbulkan
ketidakbahagiaan.
Jika ingin berhubungan seksual,
alangkah baiknya jika pasangan sudah terikat dalam ikatan pernikahan, dan
karena sifatnya yang sakral maka diharapkan jangan sampai salah memilih serta berhati-hatilah
karena dampaknya sangat besar bagi kelanjutan kehidupan.
…. wanodya ingkang indah ing warni,
sarta pantes ing solah bawa lan ambeg tepa ing rasa, tuwin dana ing tepa utawi
ingkang temen tobatipun rila dhateng ing atasing kasaenan, sabab kalakuwaning
wanodya ingkang mekaten wau watak lajeng kasaenan sarta kinurmatan ingkang
kakung, awit pambekaning wanita ingkang makaten punika angrabasa dhateng
bedudhening priya ingkang lajeng saged nukulaken dumateng rumentahing kawelasan
tuwin katresnan. (pupuh 3)
…. wanita yang cantik baik lahir
maupun batin, wanita yang demikianlah yang dihormati oleh setiap laki-laki.
Seorang wanita dengan modal kecantikan lahir batin sesungguhnya akan mampu
meruntuhkan dinding hati laki-laki yang ada di hadapannya akan bertekuk lutut
menyerahkan segenap cinta dan kasih sayangnya.
Buadaya Jawa memandang tinggi posisi
wanita. Ada suatu sikap dalam hal memandang soerang wanita yaitu dari
kecantikannya, bukan hanya dari segi fisik tetapi juga dari kecantikan hatinya
(cantik lahir dan batin), dan wanita yang memiliki kecantikan lahir dan batin
itulah yang menjadi istri dambaan setiap pria untuk menjadi pasangan hidupnya.
Tepa ing rasa (rasa tepa) punika
pikajengipun sageda sumingkir saking lumuh tuwin rikuh ing liyan, sabab yen
boten kadunungan tepa ing rasa (rasa tepa) wau sok ngawontenaken watak iren
tuwin meren, ingkang pandukipun lajeng direngki. (pupuh 3)
Tepa ing rasa maksudnya mampu
menghindarkan diri dari sikap benci terhadap orang lain, karena jika tidak
memiliki sifat tersebut terkadang menimbulkan watak iri yang ujungnya adalah
kedengkian.
Dalam konteks pengajaran mengenai
seks, hal yang paling penling utama untuk diperhatikan adalah bagaimana cara
memilih qwanita yang baik agar kehidupan rumag tangga beserta seluruh aspek
didalamnya dapat berjalan dengan lancar. Oleh sebab itu ada beberapa ciri-ciri
wanita yang ideal sebagai pasangan agar tujuan hidupnya dapat tercapai.
Dana ing tepa, punika pikajengipun
sageda sumingkir saking panyaru tuwin panyikuning liyan, sabab yen boten
kadunungan dana ing tepa wau, asring ngawontenaken watak : dahwen tuwin salah
open ingkang pandukipun lajeng dados srei. (pupuh 3)
Dana ing tepa, artinya mampu
menjauhkan diri dari hasrat menyakiti serta menyengsarakan orang lain, sebab
bila tidak memiliki sifat tersebut, cenderung memunculkan watak serakah yang
akhirnya menjelma menjadi jahat.
Temen tobatipun rila, punika
pikajengipun tobat ingkang kalebetan temen lan rila. Pramila pikantukipun
pawestri ingkang makaten wau lajeng kinurmatan ing kakung. (pupuh 3)
Temen tobatipun rila, artinya taubat
yang dilandasi kesungguhan dan keikhlasan, sehingga seorang wanita yang mampu
bersikap demikian akan disegani oleh setiap laki-laki.
Samangke pamuji kula malih mugi
sageda angsal wanodya ingkang kadunungan watek : sama, beda, dana, denda.
Tembung sama tegesipun pada, pikajengipun gadhahana wewatek asih dhateng
sakehing dumadi. Beda tegesipun seje, geseh utawi milah, pikajengipun
anggadhahana watek kulina sarta saged animbang, inggih punika putusing tepa.
Dana tegesipun neganjar, pikajengipun gadhahana watek remen asung kasenengan
tuwin kabungahan dahteng sakehing dumadi. Denda tegesipun kukum, pikajengipun
gadhaha watek putus lan patitis, pamiyak tuwin milih nalar ingkang awon utawi
dhateng ingkang sae, anggenipun ngempan utawi mapanaken. (pupuh 3)
Berikutnya harapan saya semoga anda
mendapatkan wanita yang di dalam dirinya terdapat sifat-sifat sama, beda, dana,
denda. Kata sama, berarti merasa sama, maksudnya memiliki rasa sayang pada
sesama mahkluk. Kata bedha, berarti tidak sama, maksudnya memiliki sifat
mengutamakan pertimbangan sebagai wujud kearifan. Kata dana berarti memberi
imbalan, maksudnya hendaklah memiliki sifat mudah memberi kepada sesama. Kata
dendha, berarti hukum, maksudnya memiliki sifat teliti dalam menentukan sesuatu
sehingga tepat memilih mana yang baik dan yang buruk.
Dalam Budaya Jawa wanita dianggap
sebagai “wadah” dari benih yang akan ditanam oleh laki-laki dan karena itu maka
haruslah dicari wanita yang terbaik. Selain dari tiga faktor utama (bibit,
bebet, bobot), seorang wanita yang baik juga harus memiliki sifat-sifat
tertentu.
Ingkang kaping kalih kala wau sageda
uninga panduking guna, busana, baksana lan sasana wewijanganipun makaten :
- Guna tegesipun pangawikan utawi kapinteran, pikajengipun sageda sumerep lan mangretos dhateng wewenang lan wajibing lan pandamelaning pawestri.
- Busana, tegesipun pangangge, pikajengipun sageda uninga lan ngetrapaken dhateng raja tadi darbekipun ingkang pancen kasandhang.
- Baksana tegesipun pangan, pikajengipung sageda uninga lan nandukaken ubet kekayaning laki ingkang pancen katedha.
- Sasana, tegesipun dunung utawi panggenan, pikajengipun sageda uninga tuwin memantes lan memangun anggenipun gegriya. (pupuh 3)
Yang kedua, hendaklah memiliki
kepekaan terhadap guna, busana, baksana, dan sasana. Adapun penjelasannya
sebagai berikut :
- Guna berarti ketrampilan atau kepandaian maksudnya adalah tanggap terhadap tugas dan wewenang sebagai seorang istri.
- Busana berarti seorang wanita haruslah memiliki kepekaan terhadap penampilan serta pakaian miliknya secara proporsional.
- Baksana berati pangan, maksudnya memiliki ketrampilan mengatur keuangan/penghasilan suami secara proporsional.
- Sasana yang berarti rumah atau papan, maksudnya memiliki ketrampilan untuk mendekar dan menghias rumah dengan indah.
Selain sifat, wanita yang baik juga
harus dapat membuat dirinya terlihat menarik agar laki-laki yang menjadi
pasangan hidupnya tetap setia dan tetap bisa menjaga hubungan (termasuk dalam
hubungan seksual). Hal tersebut dikarenakan pria dan wanita haruslah senantiasa
bekerja sama dengan baik untuk dapat mempersiapkan segala hal demi menyambut
kehadiran manusia baru sebagai hasil dari hubungan seksual yang mereka lakukan.
Ingkang kaping tiga kala wau
ambeging pangrengkuh ingkang sawanda, saeka praya lan sajiwa, wijanganipun
mekaten :
- Sawanda, tegesipun sarupa, sawangu utawi sawarna, pikajengipun sedya nyawiji badan, empan mapanipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun lan rumeksanipun dhateng priya dipunkados rumeksa dhateng badanipun piyambak.
- Saeka praya, tegesipun sawiji budi, pikajengipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun dhateng priya anedya nunggil kapti.
- Sajiwa, tegesipun satunggiling nyawa, pikajengipungadhaha ambeg pangrengkuhipun dhateng priya dipun kados dhateng nyawanipun piyambak. (pupu 3)
Yang ketiga adalah dalam hal
kesetiaan hendaklah memiliki sifat-sifat sawanda, saeka praya, dan sajiwa,
penjelasannya sebagai berikut :
- Sawanda yang berarti serupa, sebangun, atau sewarna. Maksudnya, wanita tersebut bersedia menyatu tubuh dengan cara saling memahami, menjaga suaminya sama seperti menjaga dirinya sendiri.
- Saeka praya artinya dapat menyatukan kehendak dengan kehendak suaminya yang tujuannya demi kebaikan, maka sang istri harus merasakan sebagaimana kehendak diri pribadi.
- Sajiwa berarti sehati. Maksudnya adalah sikap istri terhadap suami sama seperti terhadap diri sendiri.
Menggah pawestri ingkang sampun
nambut silaning akrami, punika kedah netepi punapa ingkang kados wajibing estri
kathahipung tigang pangkat, satunggil-tunggiling pangkat
wonten tigang pakarti :
- Kedah gemi, nastiti, ngati-ati.
- Kedah tegen, rigen, mugem.
- Kedah titi, rukti, rumanti. (pupuh 3)
Bagi wanita yang telah berumah
tangga hedaklah melaksanakan apa yang menjadi tugas seorang istri, dalam hal
ini berjumlah tiga tingkatan, masing-masing terdapat tiga komponen perilaku :
- Hendaklah gemi (hemat), nastiti (cermat), ngati-ati (hati-hati).
- Hendaklah tegen (tidak mengecawakan, rigen (trampil), mugen (meyakinkan).
- Hendaklah titi (teliti), rukti (manfaat), rumanti (merata).
Dene panduking damel kedah
nglenggahi gangsal prakawis :
- Kedah rikat.
- Cukat.
- Prigel.
- Trampil. (pupuh 3)
Sedangkang dalam hal bekerja
hendaklah memiliki lima sifat :
- Cepat.
- Tangkas.
- Cekatan.
- Lihai.
- Terampil.
Menggah labetipun kedah kados ing
ngandhap punika :
- Kedah ishep, madhep, mantep, sregep.
- Kedah wekel, petel, nungkul, atul. (pupuh 3)
Perihal pengabdian, hendaklah
seperti di bawah ini :
- Hendaklah dilandasi kejernihan berpikir, niat, kesungguhan, rajin.
- Hendaklah tekun, telaten, tanpa kenal lelah, sabar.
Lampahing asmaragama, kalamunpasta
purusa dereng kiyat lan santosa, ing driya ajwa kasesa, nandukaken pancakara,
kang mangkono wau mbok manawa, blenjani neng wiwara, dayane datan widada, temah
dela kang wardaya, terkadang amanggih ewa, lan wanita lawannya, marga tan
kapadang karsa, tiwas wadi wus kabuka wekasan tan mantra-mantra, tumimbang
serenging driya, wangune salah mangkana, yeka kena ing rubeda, aran katitih
asmara, awit dereng abipraja, duk wau kagyating pasta, iku uga mbok manawa
lagya kaserenging daya, mung sengseming driya harda, sinerus lumaksana,
kasengka mangsa ing yuda, marma dayane sapala, tan lama nulya marlupa, kacarita
inggih punika, awit rahsa tuwin jiwa, dereng winengku samya dening prabanira
Hyang Pramana. (pupuh 6).
Penerapan asmaragama adalah apabila
senjata yang dimiliki laki-laki belum siap tempur maka janganlah terburu-buru
melakukan pertandingan, karena pertandingan tentu tidak akan berlangsung seru.
Sang laki-laki tentu tidak akan mampu bertahan lama, dan si wanita sebagai
lawan bertanding pasti tidak akan merasa puas. Janganlah menantang bertanding
hanya karena dorongan nafsu, sebab jika laki-laki kalah hanya dalam beberapa
jurus saja akan sangat memalukan, ia akan dianggap sebagai laki-laki lemah,
loyo, dan tidak ada gunanya.
Dalam konteks pengajaran seks dalam
Serat Nitimani, bagian penerapan asmaragama adalah cara bagaimana melakukan
hubungan seksual yang baik dan benar. Cara adalah teknik yang dipakai dalam
rangka memenuhi proses perubahan dengan mempunyai tujuan yang lebih khusus.
Dene ingkang binasakaken kasor
prabawa wau mbok menawi patrapipun makaten, empaning cipta boten kapandan
dening mapaning praman, ing wekasan prasa tuwin rahsa katamaning raos welas
utawi engah, inggih rubeda patrap makaten wau ingkang binasakaken tumanding
kang sanes bangsa. (pupuh 6)
Yang dimaksud kalah wibawa adalah
perasaan yang dikalahkan atau diharapkan semula ternyata tidak sesuai dengan
kenyataan. Akhirnya bukanlah kenikmatan yang dirasakan melainkan rasa lelah
bahkan mungkin terasa sakit. Kondisi seperti itulah yang disebut tumanding kang
sanes bangsa.
Hubungan seksual lazimnya melibatkan
dua pihak yaitu laki-laki dan wanita. Dalam melakukan persetubuhan, maka
keduanya haruslah sama-sama sedang berada dalam kondisi yang baik. Jika salah
satunya mengalami sesuatu yang buruk maka imbasnya akan terkena pada kedua
pihak.
Pramila pamilihing wanita kedah
ngatos-atos, karana bilih kaleresan angsal wanodya ingkang prasaning rahsa,
ingkang nunggil bangsa, punika lajeng nggendam langgengin asmara, saniskaraning
rubeda, temah mahanani susila pamoring lulut, awit binuka langgening pramana,
dene ingkang binasakaken susila pamoring lulut wau, woring sekaliyan binuka
tanpa rubeda, amung pinanggih seneng pareng. (pupuh 6)
Oleh karena itu hendaklah
berhati-hati dalam memilih pasangan hidup, karena jika pilihan anda tepat, anda
akan benar-benar terikat dan bahagia lantaran anda akan merasakan kenikmatan
secara paripurna, tanpa satupun rintangan yang menghalangi kecuali kepuasan
yang terus meliputi.
Bagian ini menjelaskan mengenai
sikap dalam konteks pengajaran seksual, yaitu bagaimana bertindak dalam hal
memilih pasangan hidup agar tidak salah sehingga dapat tercapai kenikmatan dan
jauh dari rintangan.
Kalamun pasta purusa wus kiyeng
kiyat santosa, kwehning daya wus samekta, iku nulya tindakena umangsah ing
ranonggana, sayekti datan kuciwa tumempuhing banda yuda. Nanging ta
dipunprayitna, ing tindak ajwa sembrana, gyaning bakal nuju prasa, mring wanita
mengsahira, supaya leganing driya, wruhanta dipunwaspada. (pupuh 6)
Ketika senjata pusaka laki-laki
telah siap tempur, segenap kekuatan siaga, maka segeralah memulai pertandingan.
Niscaya pertempuran tidak akan mengecewakan. Namun tetaplah waspada, jangan ceroboh.
Ketika menghujamkan serangan terhadap senjata lawan, hendaklah mengutamakan
kewaspadaan.
Ini adalah bagian cara dalam hal
pengajaran seks dalam Budaya Jawa.
Pameting rahsa mangkana, srana
ngagema wisaya, pratingkah ukeling pasta, kacarita solahira, duk murwani
lumaksana, karya pepucuking yuda, kwehning daya saniskara, ajwa sineru sarasa,
ing tindak kesah saranta, pangangkah amung muriha, keri prasaning wanita.
(pupuh 6)
Dalam keadaan demikian,
kendalikanlah tata gerak senjatamu, janganlah tergesa-gesa untuk lekas selesai,
dengan tujuan agar wanita yang menjadi lawanmu merasa terlayani dan hasrat
bertempur akan semakin memuncak.
Bagian ini masih mengajarkan cara
mengenai bagaimana tindakan yang benar dalam berhubungan seksual.
E kulup sira sang pasta, poma ngger
dipunprayitna, panarik sendaling gada. (pupuh 6)
Hendaklah berhati-hati dalam
melepaskan senjata gada.
Senjata gada yang dimaksud dalam
konteks ini adalah alat kelamin laki-laki yang akan dilepaskan atau dimasukkan
ke dalam alat kelamin wanita.
Kang iku den engetana, tembe sakaro
tan kena, yen maning mangsah angayuda, kalamun durung nirmala, kudu temen
tinumna, waluya sakalihira, mangkana ujuring salaka……. (pupuh 6)
Janganlah melakukan pertandingan
sebelum kondisi benar-benar pulih, demi menghindarkan diri dari hal-hal yang
tidak diinginkan.
Dalam konteks pengajaran seksual,
maka bagaian ini mengajarkan tentang bagaimana seharusnya tindakan laki-laki
ketika dirinya sedang dalam kedaan yang tidak maksimal.
Wondene, menggah patrap salebetipun
sanggama wau, priya kedah mawas ulat liringing wanita punapa dene saliranipun
piyambak, ten sampun kapanduking panggalih : lega, carem, tuwin marem
sesaminipun upami tiyang nenedha, karaos sampun tuwuk. (pupuh 6)
Padahal, selama proses pertempuran
laki-laki wajib memperhatikan lawan main untuk mencapai kepuasan bersama.
Ibarat makan, sama-sama merasakan kenyang.
Bagian ini juga merupakan ajaran
mengenai bagaimana tindakan yang tepat saat sedang melakukan hubungan seksual.
Kedah manggen wonten gajeging gela,
sampun kadamel lega, prasaning rahsa kawudhara, ing riku wujuding wisaya.
(pupuh 6)
Hendaklah membangun rasa penasaran,
jangan merasa puas, bangkitkan kembali dorongan seksual anda, karena
disitulah ruang kenikmatan.
Bagian ini mengajarkan bagaimana
seharusnya bersikap dalam berhubungan seksual ketika akan memulai pertandingan
lagi.
….awit aji asmara punika kangge
sarana lelantaran anggenipun badhe nyumerepi “dhateng asal wijinira” manungsa
sejati, karana ingkang kasebut tembung paribasan makaten : sinten manungsa
ingkang boten uninga dhateng asal wijinira, sayektine inggih datan uninga
dhateng sejati paraning sedya, kacariyos ing tembe inggih badhe kirang sampurna
ing kamuksanira. (pupuh 6)
Ilmu asmara merupakan sarana untuk
mengetahui asal muasal manusia, seperti peribahasa barang siapa yang tidak
mengetahui asal usulnya sesungguhnya juga tidak akan mengetahui kemana tujuan
hidupnya, niscaya kelak hidupnya tidak akan sempurna.
Hubungan seksual merupakan masalah
yang sangat penting dalam Budaya Jawa karena hasilnya adalah sebuah kehidupan
baru. Maka dari itu diajarkan agar sebelum melakukan hubungan seksual haruslah
disiapkan segala-galanya agar hasilnya juga sempurna dan mengerti asal
kemana ia akan berakhir.
Yen pinareng dening Pangeran ingkang
Maha Suci, kinen dados lantaran nitehaken manungsa. (pupuh 6)
Apabila Tuhan memperkenankan,
pertandingan tersebut akan menjadi sarana dan wahana untuk menciptakan manusia.
Hubungan seksual yang benar akan
direstui oleh Tuhan dan diberikan hasil yang benar pula.
Kasebut wonten wewijangan ngelmi,
ingkang kaping nem dipunwastani kayektening kahanan Kang Maha Suci, inggih
menika pambukaning tata malige ing dalem Betal Mukadas awit dene pamejangipun
ambuka kodrat predating Pangeran kang Maha Suci Sejati, anggenipun kersa
jumenengaken maligening Dad, minangka Betullah katata wonten kontholing
manungsa…. (pupuh 

Disebutkan dalam ajaran ilmu keenam
dinamakan keberadaan Yang Maha Suci yaitu pembukaan tata malige dalam Betal
Mukadas, dikarenakan Tuhan telah berkehendak menempatkan mahligai Zat sebagai
Baitullah yang berada di buah Zakar manusia.
Dalam hal hubungan seksual, maka
yang paling penting adalah peranan alat kelamin sebagai media utama. Budaya
Jawa mengajarkan mengenai konsep alat kelamin pria sebagai sesuatu yang penting
karena merupakan bagian dari tempat persemayaman juga.
Sejatine ingsun nata malige ana ing
sajroning Betal Mukadas iku omah enggoning pasucian ingsun, jumeneng ana
kontholing Adam, kang ana ing sajroning konthol iku pringsilan, kang ana
ing sajroning pringsilan iku nutpah, iya iku mani, sajroning mani iku madi,
sajroning madi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku
ingsun, Dad kang anglimputi ing kahanan jati jumeneng ana ing sajroning nukat
gaib….. (pupuh 

Sebenarnya Aku meletakkan tahtaKU
dalam Betal Mukadas. Itu adalah tempat pesucianKu, yaitu berada di zakar Adam.
Yang berada di zakar itu adalah buah pelir, yang berada dalam buah pelir adalah
nutfah, yang berada dalam nutfah adalah mani. Di dalam mani ada madi. Di dalam
madi ada manikem. Di dalam manikem ada rahsa. Di dalam rahsa ada Aku, tiada
Tuhan selain Aku, zat yang meliputi segalanya bertahta dalam alam gaib.
Dalam ajaran mengenai konsep seks
dalam Budaya Jawa, maka diterangkan pula apa sebenarnya alat kelamin itu
sebagai sarana utama dalam hal seks. Dalam Budaya Jawa diajarkan bahwa tubuh
manusia adalah manifestasi dari Tuhan itu sendiri dan alat kelamin milik
pria masing-masing bagiannya adalah perwujudan dari unsur ke-Tuhanan sehingga
tidak boleh digunakan sembarangan karena suci sifatnya.
Yen priya lan wanita anggenipun sami
sahresmi pamudharin prasa sesarengan, woring kama mangka pinareng dening
Pangeran Kang Maha Mulya badhe nitahaken manungsa, punika woring kuma wau
lajeng kendel dumunung wonten guwa garbaning wanita, binasakaken garbini inggih
punika meteng. (pupuh 

Bila seorang pri dan wanita
bersetubuh, pertemuan kama diperkenankan oleh Tuhan Yang Maha Esa, akan
ditaksirkan manjadi manusia. Bersatunya kama (seperma dan sel telur) tersebut
kemudian akan berdiam diri di rahim wanita yang kemudian disebut hamil.
Tujuan dari hubungan seksual salah
satunya yang paling penting adalah untuk menghasilkan keturunan. Benih manusia
yang hadir di rahim wanita itu bisa ada hanya karena restu dari Tuhan.
….saleresipun tiyang estri ing
asmara boten malih, amung kedah anut ing ombak kasagedaning priya…. (pupuh 19)
Sesungguhnya dalam bersenggama
seorang wanita harus mengikuti kemauan laki-laki.
Hal-hal tersebut adalah ajaran
tentang tindakana yang tepat bagi wanita dalam hal berhubungan seksual.
Wonten malih gelaring wanita yen
nuju sinanggama ing priya, lajeng ambiyantu ing solah obahing raga raga
dadosaken keras maju sunduring pasta, pratingkah makaten wau sedyanipun supados
simbuhi sakecaning prasa…. (pupuh 19)
Adapun tingkah laku wanita ketika
bersenggama sebagiknya mengimbangi gerak pria yang bertujuan untuk menumbuhkan
rasa nikmat.
Dalam berhubungan seksual diajarkan
mengenai bagaimana sikap seorang wanita agar kegiatan hubungan seksual bisa
mencapai tujuan yang diinginkan yaitu dapat mengimbangi gerakan laki-laki.
Kisanak, bebakunipun ingkang prelu
kedah waskita, sageda nuju karsaning priya, ing solah kedah anut ing kersaning
kakung. (pupuh 19)
Saudara, yang [erlu diperhatikan
adalah kewaspadaan. Hendaknya wanita tanggap terhadap kehendak laki-laki.
Selain menyeimbangkan gerak, wanita juga
harus tanggap dan mengerti apa yang menjadi kehendak laki-laki.
Awit wujudipun ingkang kawastanan
labet wau inggih guna, tegesipun kapinteran, ingkang dipunwastani guna punika
inggih sarana, tegesipun piranti, ingkang binasakaken sarana punika inggih :
mantra, tegesipun muna, ingkang dipunwastani mantra punika inggih dunga
tegesipun muni, ingkang binasakaken donga menika inggih puja, tegesipun
panggunggung, inggih punika sadaya wau dumunung pangrengganing basa, utawi
patrap ingkang dados pepunton atining tata krami. (pupuh 20)
Dengan upaya seperti itu
sesungguhnya merupakan bentuk lain dari ibadah. Sebab bentuk ketekunan dan
kesungguhan pada dasarnya berupa guna artinya kepandaian atau ketrampilan. Guna
juga berarti sarana, yaitu peralatan. Sarana dapat diartikan sebagai mantra,
maksudnya niat yang diverbalkan, sedangkan doa juga berarti harapan atau cita.
Kesemuanya seimbang antara prilaku dengan nurani.
Budaya Jawa mengajarkan bahwa dalam
berhubungan seksual haruslah diniatkan dalam hati bahwa tujuannya adalah baik
karena menghasilkan manusia baru. Maka dari itu, hubungan seksual haruslah
dilaksanakan dengan niat yang sungguh-sungguh karena hal tersebut sama juga
dengan beribadah.
Wondene alas hardaning karsa,
dumugining cipta maya kados ingkang kasebut ing inggil wau, bok manawi boten
amung mahanani dhateng wewatekaning bebayi, pramila para sujana lan sarjana
ingkang waskita ing kadadosaning krida utawi pangripta wau sok nuwuhaken,
lajeng kangge tetenger nama dhateng atamajanipun. (pupuh 22)
Maka dari itu segala keinginan,
beradanya cipta maya seperti yang disebut diatas tadi, mungkin tidak hanya
memberi watak bayi, makanya para manusia dan manusia yang bijaksana di kejadian
yang terjadi atau terciptanya tadi, kadang memberikan tanda, lantas dijadikan nama
terhadap anak-anaknya.
Dalam hubungan seksual juga
diajarkan untuk berada dalam posisi hati yang serba tenang, segalanya dalam
kondisi baik agar hasil keturunan yang dihasilkan juga baik. Tidak hanya itu,
akan tetapi hati pria dan wanita yang melakukan hubungan seksual juga harus
bersih dan bijaksana.
Yen ta saupami ngrembaga bab
prakawis wiji, leres sampun dumunung wonten ing priya, pramila sujanma wanodya
punika bebasanipun kasebut papan utawi wadah…. (pupuh 22)
Jika membahas perkara benih, benar,
sudah berada di para laki-laki, maka dari itu, perempuan diibaratkan papan atau
wadah.
Perempuan adalah wadah tempat
laki-laki menempatkan maninya agar dijaga dan dirawat dalam suatu tempat yaitu
rahim wanita.
….karsanira Pangeran Kang Maha Mulya
karsa nitisaken wijining manungsa…. (pupuh 22)
Kehendak Tuhan Yang Maha Mulia
berkehendak menitiskan benih manusia.
Dalam masalah hubungan seksual,
haruslah diingat bahwa munculya janin adalah hasil karya Tuhan, sehingga harus
dapat dipertanggung jawabkan.
Kacariyos bilih kasupen inggih
kenging boten dados punapa, sabab sajatosipun ingkang prelu dados awisan amung
hawa napsu bilih saged ambirat ing hawa napsu, kacariyos ing adat asring
kadunungan awas lan emut, manawi tansah anggenipun awas kaliyan emut, bok
manawi estu amanggih kamulyan ing sangkan paran….. (pupuh 23)
Ceritanya, seandainya lupa
sesungguhnya tidak masalah, karena yang sebenarnya perlu mendapat larangan
hanya hawa nafsu karena akan bisa menjerumuskan. Ceritanya, dalam adat sering
terdapat awas ingat, jikalau teramat sangat rasa awas dan ingat itu mungkin
benar akan bertemu dengan kemulyaan di asal dan tujuan.
Hal tersebut merupakan ajaran
megenai tindakan, yaitu bahwa dalam melakukan hubungan seksual haruslah dengan
penuh kesadaran dan diusahakan jangan sampai terseret oleh nafsu birahi belaka.
Maksudnya, selama berhubungan seks haruslah tetap diingat bahwa tujuan utama
adalah untuk mengahsilkan seorang manusia baru yang baik. Dengan demikian,
manusia yang berasal dari proses yang baik maka akan kembali kepada Sang
Pencipta dengan keadaan yang baik pula.
Ingkang rumiyin nyariosaken tembung
upami, wonten sujanma priya kaliyan wanodya, badhe dumugekaken karsa ngulang
salulut sami lumebet ing jenem rum, tegesipun dunungin pasareyan, ing riku
sandyana amung sakaliyan tur dumunung wonten papaning sepen, liripun boten
katingalan dening tiyang kathah, ewa semanten menggah pepantenganing
panggalih…. (pupuh 25)
Yang pertama, menceritakan kalimat
seandainya ada manusia laki-laki dan perempuan berkeinginan bercinta, masuk
kedalam ranjang artinya berada ditempat tidur walaupun di situ hanya
berdua dan juga berada ditempat yang sepi yang intinya tidak kelihatan orang
banyak, walaupun begitu keseriusan perasaan janganlah sampai lupa…….
Ini adalah ajaran mengenai bagaimana
cara yang benar ketika laki-laki dan perempuan yang akan mulai melaksanakan
kegiatan berhubungan seksual, yaitu harus dilakukan pada tempat yang
semestinya.
Sing sapa manungsa gelem ngalkoni
tumindak marang panggawe nistha sayekti bakal nemu papa. (pupuh 25)
Barang siapa manusia yang
menjalankan tindak nista pastilah akan menemuai kehinaan.
Menjalankan tindak nista maksudnya
adalah berhubungan seksual tanpa persiapan yang benar dan hanya berdasarkan
atas nafsu birahi belaka, maka nantinya juga akan berakibat buruk.
….dados manungsa ingkang binasakaken
kapir wau supami karsa apulang asmara, mangkana lajeng saged dados wijining
manungsa sanajan wiwit duk maksih jabang bayi tan pedot pinidih ing pamulangan
tur dhateng tindaking kautaman, ing tembe bilih sampun dewasa bok manawi inggih
lajeng wiga katragal dados dugal awit enget manawi pandemeling setan blaka.
(pupuh 25)
Jadi yang disebut manusia kafir tadi
seandainya bersenggama, maka bisa jadi benih manusia walaupun ketika masih bayi
terus mendapat ajaran ketidak utamaan dan kebaikan, yang nantinya ketika dewasa
mungkin akan menjadi jahat dan nakal karena memang terbuat dari penyatuan
setan.
Dalam ajaran hubungan seksual,
niat awalnya haruslah merupakan niat yang baik. Manusia yang akan
melaksanakannya juga haruslah dengan hati dan pikiran yang suci, tidak dengan
pikiran yang kotor. Berhubungan seksual dalam keadaan yang kotor. Berhubungan
seksual dalam keadaan yang kotor baik fisik maupun batinnya akan menghasilkan
sesuatu yang jelek dan kotor pula, karena terbuat dari hasil penyatuan dua hal
yang sama-sama kotor (setan).
….liripun mekaten menggah ing
saresmi wau boten kangge pakareman utawi boten kangge memainan, tegesipun boten
kangge dedolanan utawi geguyonan…. (pupuh 26)
Maksudnya dalam hubungan tadi tidak
bisa untuk main-main atau bercanda.
Hubungan yang dimaksud disini adalah
hubungan seksual. Jadi, kagiatan hubungan seksual harus dilakukan denga
serius dan tidak boleh main-main.
Wonden bilih pinuju badhe salulut
anggenipun anaji-aji lan angedi-edi ing patrap kapratelaken kados ing ngandap
punika : ingkang rumiyin, duk wiwit kagungan karsa badhe apulang asmara lan
wanita sakaliyan sami sesucia, inggih punika siram tuwin jamas lajeng ngasta
siwur anyiduka toya kaankat celak ing wadana mawi dipundonganana, ananging
donganipun kados pundi duk ing jaman kina punika kula boten terang, yen ing
jaman samangke inggih katimbang kendel kemawon lowung kaangge minangka
gegondhelaning niyat, prayoginipun mawi angucap mkaten : “niyatingsun adus,
padusan banyuning tlaga kalkaosar, anuceni sakaliring eroh, kang dumunung ana
ing jasad kita, mlebu manik metu inten, cahyake amancur mancorong kadi
cahyaning Pangeran Kang Maha Kuwasa”. Ing riku toya siwur wau lajeng
kasiramaken ing wadana, lajeng siram ngantos dumugi sucining saliranipun
sadaya. Menggah pratingkah siram ingkang mekaten wau jalu lan wanita ing patrap
sami kemawon boten aprabeda. (pupuh 26).
Sedangkan ketika ingin memuja-muja
dan mengindahkan tingkah laku, akan dijelaskan seperti di bawah ini : Pertama,
mulai dari punya keinginan senggama dengan wanita, semua harus suci. Harus
mandi keramas, lantas mengambil gayung berisi air dan diangkat di dekat muka
dengan berdoa. Tetapi bagaimana doa ketika jaman dahulu itu saya kurang jelas,
namun jika jaman sekarang ya daripada diam saja lebih baik dijadikan niat, dan
sebaiknya mengucapkan demikian; “Niatku mandi, tempat mandi telaga kalkaosar,
mensucikan segala darah, yang berada dalam tubuh kita, masuk manik keluar
intan, cahayaku bersinar seperti sinar cahaya Tuhan Yang Maha Kuasa”. Air yang
berada di dalam gayung tersebut lantas disiramkan ke wajah dan dilanjutkan
mandi sampai semua badan menjadi suci baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Berikut adalah ajaran mengenai konsp
seks dari segi cara memulai sebuah hubungan seksual yang benar. Proses
penyatuan antara dua manusia baru adalah sesuatu yang sakral dan sangat penting
untuk disiapkan dengan sebaik-baiknya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah
dengan membersihkan diri dengan cara mandi. Mandi dalam konteks ini bukan hanya
demi kenyamanan fisik belaka, tetapi dengan cara-cara tertentu dengan maksud
untuk membersihkan jiwa dan batinya juga. Mandi harus disertai dengan niat yang
baik serta doa, dengan tujuan untuk membersihkan segala kotoran (jasmani dan
rohani) serta meniatkan sesuatu yang baik dalam hati. Dengan demikian
diharapkan dalam melakukan hubungan seksual, keduanya (laki-laki dan perempuan)
berada dalam keadaan bersih dan suci sehingga benih yang muncul nanti adlah
merupakan buah dari perbuatan yang telah disucikan.
Ing sasampunipun rampung sesuciya
siram jamas lajeng sami angadi-adi warna, kinarya sarana pangundhaning asmara,
liripun menggahing pratingkah sami busana ingkang sarwa pantes, sarta angeganda
wida, sasmpunipun samekta ing sakaliyan lajeng reruntunan sami malebet ing
papreman, tegesipun malebet dhateng ing panglereman utawi dununging pakendelan,
inggih punika pasareyan, ing riku priya lajeng angrakit pamasaning aji kamajaya
dumunung amung winaos wonten salabeting batos kajarwakaken kados ing ngandhap
punika : ….. Pupuh 26)
Setelah selesai bersuci mandi
keramas (jamas) lantas berpakaian yang rapi untuk mengundang nafsu yang intinya
tingkah laku dengan berpakaian yang pantas dan memakai wangi-wangian. Setelah
semuanya selesai, lantas bersama-sama masuk ke tempat untuk tidur, maksudnya
masuk ke ranjang, atau tempat istirahat yaitu ketempat tidur. Di situ,
laki-laki memsang aji kamajaya yang diucapkan dalam hati.
Setelah membersihkan diri, maka
ajaran selanjutnya adalah mengenai cara dan bagaimana tindakan mengenai cara
dan bagaimana tindakan yang tepat untuk memulai kegiatan sakral tersebut.
Pertama, untuk membangkitkan hasrat maka masing-masing harus mrias diri
dengan berdandan dan memakai wewangian. Setelah itu, harus pula diperhatikan
tempat melakukan kegiatan tersebut dan tidak diperbolehkan dilakukan di
sembarang tempat.
Wondening sang wanita ingkang
rumiyin ugi muntu pangesthi sedya dumunung ing Betalmukadas, tegesipun niyat
anjumenengaken kahanan salebeting puraya pasucian, dumunung ing baga. Ingkang
kaping kalih, lajeng amusthi nesthi pambukaning aji asmara nala, tegesipun
senseming manah, inggih punika wahananing birahi, tegesipun wiji, dumunung ing
purana. Ingkang kaping tiga, kaping sekawan, kaping gangsal, kaping nenem,
dumugi pitu, mboten aprabeda kados pamusthining kakung wau. Ing sasampunipun
samekta pangruktining sakaliyan, lajeng sami kakaron sih, andumugekaken karsa,
dene patrap lan pratingkah tumanduking pulang asmara, saestunipun bab makaten
punika kadamel pipingitan, sinten ingkang saged uninga amung kinten-kinten yen
anithik lelabuhanipun, wiwit duk murwani wau dumugining ngendhon kados inggih
sae, liripun bok manawi inggih kados caraning manungsa, sarta boten angicalaken
ing tata krami, kados-kados bok manawi inggih punika ingkang kasebut anggendam
langening pramana, ambuka kahananing atma, ingkang badhe pinurwaning wicaksana.
Ing sasampunipun salulut, sakaliyan medal saking papreman, lajeng samya asiram
jamas malih, menggah solah lan pratingkah boten prabeda kadi patraping siram
duk ngajeng wau, amung donga sarananipun kantun angurapa makaten “suku asta
winengku ing solah bawa, solah bawa winengku ing driya, driya winengku ing
Hyang Praman, andadekakna adus ing suci santosaning roh kang ana ing badan
kita”. (pupuh 26)
Sedangkan sang perempuan, pertama
juga berniat bersedia berada di Betalmukadas, artinya menahan mendiamkan
keadaan di dalam kerajaan kesusian, berada di baga. Yang kedua lantas berniat
membuka aji asmara nala, artinya pesona hati, itulah wahana birahi, artinya
nafsu senggama, tumbuh menjadi purba, artinya benih berada di purana. Yang
ketiga, keempat, kelima, keenam, dan seterusnya hingga ketujuh tidak berbeda
dengan laki-laki. Setelah selesai menjalani semua lantas keduanya bermain
cinta, mendatangkan karsa, sedangkan segala tingkah polah dalam bersenggama,
sebenarnya bab ini merupakan rahasia, siapa yang bisa mengetahui kira-kira jika
menandai penempatan mulai dari atas yang awal tadi sampai sekarang itu sangat
bagus, intinya seperti cara manusia, serta tidak menghilangkan tata krama,
mungkin seperti inilah yang disebut pesona keindahan praman, membuka keadaan
atma, yang akan menjadi kebijaksanaan. Sesudah bercinta keduanya keluar dari
tempat tidur, lantas mandi jamas lagi, sedangkan tingkah laku atau tata caranya
tidak berbeda dengan cara mandi yang seperti diatas tadi tetapi doa
permintaannya seperti berikut : “Kaki dan Tangan berada dalam tingkah laku,
tingkah laku berada dalam hati, hati berada dalam Hyang Praman, menjadikan
mandi suci sentosanya ruh yang abadi di badan kita”.
Selain laki-laki, sang perempuan
juga harus menyiapkan beberapa hal yang intinya hampir sama dengan laki-laki.
Ada beberapa tahap pembukaan yang dilakukan secara perlahan-lahan yaitu
“pesona” atau daya tarik dari masing-masing indra kemanusian yang dimiliki
hingga nantinya muncul “karsa” atau kehendak yang mantap untuk berhubungan
seksual. Cara berhubungan sesual yang baik pada intinya adalah untuk saling
mengerti keinginan masing-masing, serta untuk senantiasa mengingat tata krama,
yaitu berhubungan dengan cara-cara yang etis serta manusiawi. Setelah melakukan
hubungan seksual maka diajarkan tindakan yang tepat yaitu mandi dengan cara
yang sama dengan yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan tersebut, dengan doa
yang sedikit berbeda. Tujuan dari tindakan mandi setelah berhubungan seks
adalah untuk mensucikan diri masing-masing dan juga membersihkan diri. Doa yang
dipanjatkan pada intinya memohon kepada Tuhan agar apa yang telah dilakukan
dapat disucikan serta membawa hasil yang baik.
….lan sumurupa mungguh tumitah ana
alam donya iki binasakake mung mampir ngobe (bae)…. (pupuh 29)
Ketahuilah bahwa manusia yang ada di
alam dunia ini diibaratkan hanya mampir minum….
Dalam konteks ajaran hubungan
seksual, haruslah tetap diingat bahwa kehidupan hanya merupakan sesuatu yang
sementara seperti ibarat orang yang melakukan perjalanan jauh dan hanya mampir
untuk minum. Maka dari itu, janganlah melakukan hubungan seksual hanya karena
kesenangan dunia saja yang sifatnya sementara, tetapi harus dipikirkan juga
mengenai pertanggung jawabannya kepada Tuhan dalam perjalanan kehidupan yang
selanjutnya.
….caritaning dalil dawuhing
Pangeran, wajida-wajidahu, tegese : sing sapa temen katemenan, mungguh
surasaning…. (pupuh 29)
Apakah anda belum pernah mendengan
cerita dalil sabda Tuhan, wajida-wajidahu, artinya : siapa yang
sengguh-sungguh akan mendapatkan hasil…..
Ada suatu ungkapan yaitu wajida
wajidahu yang artinya siapa yang sungguh-sungguh akan mendapatkan hasil.
Maksudnya disini adalah dalam hubungannya mengenai konsep seks maka ungkapan
tersebut bermaksud untuk menyampaikan bahwa hubungan seksual harus dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan hasil yang baik.
Demikian cuplikan dalam Serat
Nitimani berisi ajaran mengenai konsep seks dalam budaya jawa. Ajaran tersebut
merupakan sistem nilai budaya Jawa yang landasannya adalah konsep religi yaitu
masalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
segala aspek dalam kehidupan orang Jawa, termasuk dalam hal seks pasti berujung
kepada masalah antara manusia dengan Tuhan. Seks dalam budaya Jawa bukan hanya
merupakan sarana untuk melampiaskan hawa nafsu dan sekedar bersenang-senang
akan tetapi sampai kepada pengertian bahwa hubungan tersebut adalah suatu
ikatan resmi antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami isteri yang
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Dalam hal ini, dapat dikatan
bahwa seks merupakan kegiatan yang dianggap suci dan sakral karena hasil dari
perbuatan tersebut adalah menghasilak manusia baru. Lahirnya manusia di sunia
harus dipersiapkan sebaik mungkin termasuk dari awal proses penciptaannya. Hal
tersebut dimaksudkan agar anak yang akan lahir nanti berasal dari proses awal
yang jelas sehingga dapat mengetahui tujuan hidupnya dengan jelas pula. Konsep
mengenai asal dan tujuan hidup manusia merupakan konsep dasar dari apa yang
menjadi kepercayaan manusia Jawa. Bahwa ajaran seks merupakan gerbang awal
manusia untuk memahami dua konsep utama dalam relegi budaya Jawa yaitu konsep sangkan
paraning dumadi dan konsep manunggaling kawula-Gusti. Jadi, ajaran
seks dalam Serat Nitimani bertujuan untuk memberikan pedoman moral, nilai dan
kaidah bagi orang Jawa tentang bagaimana cara melakukan hubungan seks dengan
cara yang benar dan tepat (bener lan pener), karena pada akhirnya apa yang
menjadi hasil dari perbuatan tersebut berhubungan dengan asal kehidupan (sangkan
paraning dumadi) serta tujuan hidup yang utama yaitu bersatu dengan Tuhan (manunggaling
kawula Gusti).
Semoga dapat menambah wawasan serta
pengetahuan bagi kita dalam menjalani hidup. Kurang lebihnya mohon maaf. Nuwun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar